BANJAR, (KP-ONLINE).-Ruang Baca Komunitas (RBK) kembali menerbitkan buku. Buku keenam yang telah ditulis kali ini berjudul Antologi Literasi Anti-Korupsi (ALAK).
Pendiri RBK, Sofian Munawar, saat ditemui kabar-priangan.com di sela-sela pembagian buku Antologi Literasi Anti-Korupsi kepada penulis Rabu (24/6/2020) mengatakan buku yang diterbitkan ini, hasil kolaborasi pelajar, guru, mahasiswa dan para pekerja media yang memiliki konsen terhadap gerakan anti-korupsi.
Penerbitan buku untuk memupuk literasi ini didukung TB Lumpur Mas dan Penerbit Lingkaran Yogyakarta.
Menurut Sofian, niat penerbitan buku ini bermula dari sebuah kesadaran, bahwa perbuatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinarly crime). Saat ini diperlukan penanganan serius dengan cara-cara yang luar biasa. Melalui sinergitas dan kolaborasi para pihak serta beragam strategi untuk memeranginya.
“Edukasi dan literasi anti-korupsi diharapkan dapat menjadi salah satu strategi untuk melawan praktik korupsi yang sudah dianggap membudaya. Karenanya, dalam skala sekecil apa pun kehadiran buku ini diharapkan dapat memberikan peran, memberi kontribusi bagi upaya edukasi dan literasi anti-korupsi sebagai bagian tak terpisahkan dari pencegahan dan pemberantasan tindak korupsi,” ungkap Sofian yang menjadi editor buku ini.
Menurut Ketua Tim Saber Pungli Kota Banjar, sekaligus Penulis Buku Antologi Literasi Anti-Korupsi, Kompol Ade Najmuloh, masalah korupsi masih merupakan persoalan paling krusial yang dihadapi bangsa Indonesia.
“Persoalan korupsi ini harus menjadi perhatian dan kesadaran bersama untuk memberantasnya. Perbuatan korupsi itu masih menjadi masalah besar yang mengancam negeri ini ,” ujar Kompol Ade Najmullah yang menjabat Waka Polres Banjar.
Pada kesempatan itu, dia menjelaskan sebuah datanya sangat mencengangkan. Yakni, mencapai sekitar 34,3 persen di atas persoalan bangsa lainnya, seperti lemahnya sistem keamanan dan pertahanan (6,7 persen), masih menguatnya politik identitas (7,2 persen), lemahnya perekonomian (7,5 persen), tenaga ahli sains dan teknologi yang belum memadai, (15 persen), tatakelola SDA yang buruk (20 persen), dan persoalan lainnya berupa narkoba, radikalisme, serta layanan publik, dan mentalitas masyarakat (3,4 persen).
Seorang Penulis Buku Antologi Literasi Anti-Korupsi, Sugiharti mengungkapkan pentingnya peran dunia pendidikan sebagai lokomotif penyebaran budaya anti-korupsi.
“Penanaman budaya anti-korupsi dapat ditempa di sekolah,” ucap Kepala Perpustakaan SMPN 7 Banjar.
Penulis lainnya, Suminarsih menyebutkan pentingnya menanamkan kejujuran dan sikap anti-korupsi sejak usia dini.
“Dalam kegiatan pembelajaran, sejak di bangku PAUD harus ditekankan pentingnya kejujuran. Ini akan menjadi modal yang kuat mental anti-korupsi sejak dini,” ucap Kepala PAUD yang pernah menjadi Juara Pidato Tingkat Kota Banjar. (D. Iwan)***