TASIKMALAYA, (KP-ONLINE).– Hasrat para pelaku usaha di Kampung Cijambe, Kelurahan Urug Kecamatan Kawalu untuk mengembangkan usaha lewat pemasaran melalui media daring (online) hingga kini belum juga kesampaian. Akibatnya mereka sangat sulit untuk merebut pasar yang lebih luas. Persoalannya, sinyal komunikasi di daerah tersebut sangat jelek. Warga dan pelaku usaha baru bisa mendapat sinyal komunikasi ketika pergi ke dataran yang lebih tinggi.
“Tentu ketika kita diarahkan untuk menambah jangkauan pemasaran lewat media daring, otomatis kita kesulitan,” kata Momon Moni, Ketua Kelompok Tani Sinar Tani, Kelurahan Urug, saat menggelar rapat awal tahun kelompok itu, Jumat (14/2).
Pihaknya bersama masyarakat setempat sudah beberapa kali mengusulkan keinginan agar dibangun tower BTS di wilayah itu, termasuk kepada Wali Kota H. Budi Budiman saat melakukan panen raya pepaya California dua tahun lalu.
“Namun entahlah, hingga kini tak kunjung terealisasi. Ironis memang, saat kita tinggal di wilayah kota dan dituntut dengan tantangan digitalisasi dalam berbagai aspek, perangkatnya tak ada,” katanya.
Selain sentra perkebunan pepaya, durian dan salak, wilayah itu juga terkenal sebagai peternak sapi, kambing, dan domba yang berkualitas.
“Dengan kenyataan itu kita sulit bermain di pasar online secara langsung. Sekarang saja saat ada peminat ingin beli domba misalnya, konsumen kesulitan untuk menghubungi kami karena terkendala sinyal telefon seluler yang super jelek,” kata Engkus, Ketua RW setempat.
Selain kesulitan mengembangkan usaha dengan fasilitas daring, kata Rahmat, warga lain komunikasi dalam mendukung kegiatan sosial juga acapkali terganggu.
Mereka acapkali kesulitan untuk menginformasikan jika ada kerabat yang sakit.
“Mending kalau ada keluarga yang sakit siang hari masih bisa lumpat ka bukit dan mencari sinyal. Bayangkan kalau malam, perjuangan kami kalau kejadian itu malam hari,” ujar Rahmat.
Ny.Susi, warga lain sempat mendengar jika alasan sejumlah provider telekomunikasi terkenala minimnya jumlah pengguna.
“Itu saya kira alasan kurang logis, sebab ada potensi warga di tetangga kampung kami seperti Jatiwaras dan Salopa yang juga terisolasi dari sinyal telekomunikasi,” katanya.
Atau, kata Susi, jika potensi merugikan, anggaplah membangn tower di wilayah tersebut sebagai program sosial atau semacam CSR-nya.
“Barokah geura seueur program sosial mah,” katanya.
Lurah Urug, Iwan mengaku tak bisa berbuat banyak dalam membantu harapan masyarakat setempat. Dia juga mengaku sulit berkomunikasi jika sedang kunjungan kerja di wilayah setempat. (Irman S)***