CIAMIS, (KP-ONLINE).-Permintaan yang cukup besar terhadap komoditas porang (Amorphophalus muelleri) membuat sejumlah petani di
Ciamis mulai mencoba peruntungan dengan menanam komoditas yang sebelumnya dipandang sebelah mata itu.
Kini, berdasarkan data Perkumpulan Petani Porang Nusantara (P3N) Cabang
Ciamis, terdapat sekitar 20 hektare lahan yang ditanami komoditas yang mirip suweg atau ileus tersebut. Bedanya,
tanaman porang ini ada buah tunggal di ketiak daun atau disebut buah bulbil. Sementara suweg tak menghasilkan
buah.
“Buah atau bulbil itu juga kerap disebut katak karena bentuknya yang mendekati hewan amfibi. Jadi budidaya tanaman ini pun bisa dibilang bernilai ekonomi yang
menjanjikan, karena sebelum panen umbinya (1-2 tahun), petani bisa menjual buahnya dengan harga pasar mencapai
Rp 150.000 per kilogram,” kata Ketua DPC P3N Ciamis, Tofan Nugraha di kebun porangnya di Dusun Cikatomas, Desa Handapherang, Kecamatan Cijeungjing.
Menurutnya, satu umbi porang bisa mencapai lima sampai lebih dari sepuluh
kilogram. Kemudian buah porang yang diproyeksikan untuk benih itu sudah mulai muncul dalam lima bulan setelah ditanam sekaligus jadi penghasilan sela sebelum memanen umbinya.
Jadi, kata dia, ada potensi keuntungan lain yang bisa diperoleh. Apalagi, prospek pasar ekspornya tergolong masih terbuka lebar meliputi pasar Jepang, negara-negara Eropa dan lainnya.
“Di Jepang, mie yang berbahan baku
porang sudah menjadi pokok layaknya beras/nasi di tanah air. Jadi soal pasar tak usah khawatir dan DPW atau DPW
P3N Jabar siap memfasilitasinya,” kata dia.
Malah DPC P3N Ciamis juga beberapa kali menerima pesanan porang dari sejumlah agen ekspor dari Bandung dan agen dari daerah lain untuk menyiapkan porang minimal satu ton setiap minggu. Namun permintaan itu tak bisa dipenuhi,
karena sebagian anggota P3N ciamis baru menanam sekitar satu tahun lalu. Kalaupun ada yang sudah penen, jumlahnya tak cukup untuk memenuhi permintaan. Mereka kini baru bisa memenuhi permintaan bibit porang untuk para anggota serta para peminat budidaya porang yang tersebar di
Kawali, Cipaku, Baregbeg Cikoneng, Banjarsari dan beberapa dari luar daerah tatar Galuh.
Terkait prospek tersebut, ia mengajak warga tatar galuh melirik usaha budidaya porang dan memanfaatkan banyak
lahan gamblung untuk ditanami porang.
Di areal pekarangan seluas 6 x 6 meter dengan jarak tanam 30 cm, tanaman
porang dalam setahun bisa menghasilkan 600 kg umbi
porang. Dengan harga porang Rp 5.000 per kg basah, dalam setahun bisa menghasilkan sekitar Rp 3 juta.
“Tentu saja nilai itu lumayan terlebih di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Coba kalau tanam di lahan yang luas, kebayang
kan penghasilannya,” ujarnya.
Menanam porang juga dirasakan Topan dan Hendarwan, petani porang, tak terlalu ribet dan membutuhkan banyak air dalam pemeliharaanya.
“Tinggal dibuat petakan dan ditaburi
kotoran hewan ternak dan tak perlu perawatan ekstra,” ujar dia.
Teramat boominnya informasi soal budi daya porang, P3N Ciamis akan menggelar workhshop Porang Jabar sebagai salah satu rangkaian kegiatan acara milangkala ke 378 tahun Kabupaten Ciamis.
“Mudah-mudahan melalui acara itu, keingintahuan dan rasa penasaran terhadap komoditas porang bisa terjawab untuk kemudian muncul semangat untuk memaksimalkan lahan yang ada serta lahan tak terurus jadi sumber pendapatan,” kata Yogi TN, salah seorag pembina DPC P3N Ciamis. (Irman S)***