SUMEDANG. (KP-ONLINE).- Jumlah balita (bayi lima tahun) penderita stunting (pendek) di Kab. Sumedang mengalami penurunan signifikan.
Berdasarkan Riskesdas (riset kesehatan dasar), tahun 2013 lalu, prevalensi stunting di Kab. Sumedang cukup tinggi hingga mencapai 42%. Namun, jumlahnya menurun drastis pada tahun 2018 menjadi 32,2% atau turun sekitar 10%.
Prevalensi stunting 32,2% tersebut mencapai sekitar 25.760 balita dari total balita di Kab. Sumedang sekitar 80.000 orang.
“Jadi, penurunan prevalensi balita stunting di Kab.Sumedang ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah stunting di Jawa Barat bahkan nasional.
Di Jawa Barat saja, penurunan prevalesinya hanya sekitar 4%. Dari 35,3% turun menjadi 31,1%. Begitu pula secara nasional penurunannya sekitar 7%. Dari 37,2% turun menjadi 30,0%,” ujar Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kab. Sumedang, Uyu Wahyudin ketika ditemui wartawan Pikiran Rakyat Adang Jukardi di kantornya, Selasa (12/11/2019).
Menurut dia, meski prevalensi stunting tahun 2018 turun menjadi 32,2%, ditargetkan tahun 2023 nanti jumlah kasusnya ditekan lagi menjadi 17% atau sekitar 13.600 balita.
Target yang ditetapkan Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir itu, di bawah standar WHO tak lebih dari 20%.
Bahkan Agustus 2019 lalu, Dinkes sengaja melakukan pencarian kasus balita stunting yang dilakukan melalui kegiatan penimbangan balita se-Kab. Sumedang. Hasilnya, balita yang ditemukan stunting mencapai sekitar 9,4% atau hanya 7.520 orang balita.
Ia mengatakan, penurunan prevalensi stunting di Kab. Sumedang dari tahun 2013 hingga 2018 tersebut, dinilai keberhasilan Dinkes dibantu SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) lain dan pihak terkait dalam melakukan penanganan.
Penanganan stunting, dilakukan 1.000 HPK (hari pertama kehidupan) sejak dalam kandungan hingga bayi usia 2 tahun.
Upayanya, di antaranya pemeriksaan rutin kehamilan, pemberian edukasi kesehatan, pemberian tablet tambah darah, pemberian makanan tambahan dengan gizi yang cukup, dll.
“Dalam PMBA (pemberian makanan bayi dan anak) harus memenuhi gizi seimbang. Dari mulai karbohidrat, protein, vitamin hingga mineral. Misalnya dalam satu piring, ada nasi, lauk-pauk, sayur dan buah-buahan,” katanya.
Ia menambahkan, dalam penanganan stunting dilakukan dua cara, yakni intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik, penanganannya dilakukan khusus oleh jajaran Dinkes Kab. Sumedang.
Hanya saja tingkat keberhasilannya hanya 30%. Sementara intervensi sensitif dilakukan lintas sektoral, seperti SKPD lainnya di lingkungan Pemkab Sumedang. Tingkat keberhasilannya jauh lebih besar hingga 70%.
“Nah, penanganan stunting di Kab. Sumedang dilakukan dua-duanya sehingga Alhamdulillah cukup berhasil,” tutur Uyu. ***