DALAM dua pekan ini, diberitakan Ciamis menjadi trending topic di media lokal maupun nasional.
Sorotan utama yang akan saya tanggapi terkait pernyataan Babe Saidi, yang menyatakan dirinya sebagai WNI yang berupaya untuk merekonstruksi sejarah dalam rangka Persatuan Indonesia dan membekali generasi muda untuk menyongsong masa depan Indonesia.
Pernyataan yang paling mengagetkan dan mengusik masyarakat Kabupaten Ciamis ketika Babe Saidi mengatakan bahwa “tidak ada Kerajaan Galuh”, di Pantai Selatan Jawa tidak ada pusat perniagaan , yang menjadi indikator adanya kerajaan adalah ekonomi dalam kanal youtube Macan Idealis.
Selain itu pada tahun 2019, Babe Saidi pun pernah mengatakan bahwa Kerajaan Tarumanegara dan Sriwijaya fiktif, bahkan mengatakan Raden Fatah sebagai Yahudi.
Dari beberapa pernyataaan Beliau, mengundang reaksi dari beberapa elemen masyarakat, terutama Sejarawan. Hal yang dinyatakan beliau ini justru semakin menjauhkan dari tujuan dalam rangka Persatuan Indonesia.
Malah membuat masyarakat gaduh dengan pernyataan-pernyataan kontroversialnya. Hal yang paling ditakutkan adalah memecah belah Persatuaan Indonesia.
Menanggapi beberapa pernyataan itu, hemat saya bahwa upaya merekonstruksi sejarah bukan hal mudah, sekalipun bagi yang selesai menempuh Studi Ilmu Sejarah.
Dalam metode sejarah terdapat beberapa tahapan. Pertama heuristik, yaitu menghimpun dan mengumpulkan sumber sejarah.
Kedua kritik, dalam tahapan ini untuk menentukan otentisitas sumber dengan melakukan kritik eksternal (tanggal dan dokumen dikeluarkan, bahan dokumen/kertas dan identifikasi tulisan, tanda tangan serta cap) dan kritik internal (menentukan kredibilitas sumber).
Ketiga Interpretasi, melakukan analisis dan sintesis. Dalam tahapan ini subjektivitas penulis harus jelas sesuai uraian fakta dan menyatukan kembali.
Keempat historiografi, melakukan penulisan sejarah secara selektif terhadap fakta dan menghubungkan uraian peristiwa yang terpisah dari seluruh fakta yang berkaitan. Setelah melalui tahapan-tahapan metode sejarah, maka jadilah sebuah penulisan sejarah.
Pernyataan yang Babe Saidi katakan tidak ada Kerajaan Galuh ini mengacu pada indikator ekonomi dan kesejahteraan operasional eksistensi sebuah kerajaan yang diperkuat dengan pernyataan tidak ada perniagaan dan pelabuhan di Selatan Pulau Jawa.
Pandangan sempit saya yang merujuk pada kanal youtube Manusia Plural yang diunggah pada tanggal 16 Februari 2020, bisa jadi Babe Saidi beranggapan bahwa sebuah kerajaan bersifat kaya raya, mewah, megah dan hedonistik.
Maka muncul pernyataan dengan indikatornya adalah ekonomi dan perniagaan, ucap Tito Wardhani (Pemerhati Sejarah dan Budaya asal Ciamis Lulusan Magister Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran).
Lalu Tito menambahkan, hal ini diperkuat dengan pernyataan Babe Saidi, bahwa tidak ada perniagaan di Selatan Pulau Jawa. Dan memang benar sekali tidak ada perniagaan di Selatan Pulau Jawa, tetapi yang menjadi pusat perniagaan biasanya terletak di Utara Pulau Jawa yang gelombang arus dan ombaknya lebih tenang daripada wilayah Selatan Jawa.
Wilayah DKI sekarang merupakan wilayah Sunda Kelapa pada awal abad ke-16 (inilah perniagaan Kerajaan Sunda), maka dibangunlah di wilayah tersebut pusat perniagaan.
Secara strategis wilayah ini termasuk area jalur perdagangan Selat Malaka. Berbeda dengan wilayah Selatan Pulau Jawa, secara geografis tidak memungkinkan dibangun sebuah pelabuhan untuk dijadikan pusat perniagaan karena gelombang dan ombaknya deras yang langsung menghadap ke Samudera Hindia.
Coba saja bandingkan ketika menyeberang dari Merak ke Bakauheni (Utara Jawa) yang gelombangnya tenang dengan jalur penyeberangan dari Banyuwangi ke Gilimanuk (Selatan Jawa) dengan gelombang dan arus ombak yang besar, ucap Tito.
Rezza menambahkan, dalam teori dimensi kebudayaan menurut van Peursen terbagi menjadi tiga, yakni mitis, ontologis dan fungsional.
Menurut Rezza, terdapat beberapa masyarakat Indonesia yang masih melekat dengan hal tradisi dan kebudayaan, bahkan dalam dimensi tahapan mitis, manusia menganggap bahwa dirinya adalah bagian dari alam.
Manusia merasa bahwa dirinya berada di dalam dan dipengaruhi oleh alam. Sehingga hidupnya selalu selaras dengan alam dan dilindungi oleh alam itu sendiri.
Dalam hal ini di wilayah Selatan Pulau Jawa tidak ada sebuah pelabuhan untuk dijadikan pusat perniagaan demi kelestarian alam. Selain secara geografis wilayah Selatan Jawa memiliki gelombang ombak yang besar, adapun upaya untuk menjaga kelestarian ekosistem laut.
Faktor lain yang mendukung tidak ada sebuah perniagaan di Selatan Pulau Jawa terkait dengan tradisi dan budaya. Bagi masyarakat yang masih memegang teguh nilai budaya dan tradisi, maka dimitoskanlah bahwa di Selatan Pulau Jawa ada seorang penguasa yang sering kita kenal Nyi Roro Kidul. Masyarakat meyakini hal ini untuk menjaga kelestarian, jangan sampai alam dieksploitasi dengan pembangunan pelabuhan untuk pusat perniagaan.
Rezza harap, mengenai penjelasan tersebut bisa menyebarkan pengetahuannya yang masih minim dan meredam reaksi masyarakat Kabupaten Ciamis dengan pernyataan Babe Saidi yang kontroversial.
Besar harapan, masyarakat tidak tersulut percikan emosi yang bisa tanpa kita sadari mengamini pernyataan Babe Saidi mengenai arti kata Galuh adalah brutal. Jadilah penenang di kala tegang, penentu dengan ilmu.***
(Alumni Ilmu Sejarah (S1) dan Kajian Budaya (S2) Universitas Padjadjaran)