BAGI warga BRP Panglayungan Kelurahan Panglayungan Kota Tasikmalaya, nama Mang Nono (49) sudah tidak asing lagi. Terutama warga yang menyukai nasi goreng, pasti mengenalnya.
Dia adalah tukang nasi goreng dan mie goreng yang sudah belasan tahun mangkal di kompleks perum Bumi Resik Panglayungan (BRP) Kelurahan Panglayungan Kota Tasikmalaya.
Saat ditemui Kabar Priangan di tempat jualannya, Minggu (29/11/2020)
pria asli warga Kampung Cipicung Desa Welasari Kecamatan Malausma Kabupaten Majalengka Jawa Barat mengaku berjualan nasi goreng di Kota Tasikmalaya sejak tahun 90-an.
Hanya waktu itu belum mangkal, tapi masih berkeliling. Mulai gang sebelah hotel Crown kemudian, Mitra Batik, terus masuk ke Panglayungan.
“Harga nasi goreng waktu masih Rp 500 per porsi. Harga beras juga masih Rp 150 kilogramnya,” katanya.
Suami dari Entin (36) mengaku sebelum berjualan nasi goreng, sempat jualan mie tek-tek. Hanya karena kurang laku hanya sebentar dan kembali lagi jualan nasi goreng.
Baru pada tahun 1999, mulai nongkrong di depan Kantor Priangan, dulu namanya masih Priangan.
“Sejak itu, saya mangkal di depan Kantor Priangan sampai sekarang,” ujarnya.
Ditanya mengenai kondisi jualan di masa pandemi Covid-19, ayah 4 anak ini mengaku awalnya memang sangat berat. Apalagi saat pemberlakuan PSBB, total tidak ada pemasukan karena dilarang jualan.
“Ya pas PSBB nol, tak ada pemasukan. Makanya pulang kampung jadi buruh bangunan,” kata kakek satu cucu ini.
Namun selama di rumah kondisi bukan semakin membaik, namun justru makin terpuruk, karena kalau buruh tidak setiap hari ada orderan pekerjaan.
Jika dalam kondisi ini terus berdiam dan tidak berusaha maka akan berdampak pada keluarganya. Maka dia pun meski masih dalam masa pandemi berusaha bangkit.
“Saya berangkat lagi aja ke Kota Tasikmalaya untuk jualan nasi goreng,” kata pria yang usianya hampir setengah abad ini.
Saat pertama dagang di masa PSBB, memang tidak seramai ketika dalam kondisi normal. Paling dari 7 kilogram bahan yang dibawanya hanya habis seperempatnya.
Meski begitu, pria yang murah senyum ini tetap bertahan. Itu semua dilakukan agar keluarga tetap bisa hidup dan dapur tetap ngebul.
Dan kondisi dagangan itu dilakoni hampir tiga bulan, atau tepatnya sampai bulan Juni 2020. Dan mulai bulan Juli sampai sekarang kondisinya sudah mulai normal.
“Alhamdulillah, mulai Juli pembeli mulai banyak. Meski belum sebanyak saat sebelum Pandemi Covid-19. Tapi semua harus disyukuri. Kadang pulang tinggal 2-3 porsi lagi,” ujarnya.
Intinya, kata Nono, dalam masa pandemi ini, jangan terus terpuruk dan harus tetap semangat dan tetap harus mau usaha. Yang penting harus melaksanakan protokol kesehatan, yakni memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan menjaga jarak.
“Kita jangan terpuruk, tapi harus tetap semangat dan berusaha. Yang penting taati protokol kesehatan dan memamaki masker. Insyaallah, kita aman, pelanggan juga aman,” ucap Nono sambil sibuk melayani pelanggan. (M.Romli/”KP”)***