GARUT, (KP-ONLINE).- Tanggapan terkait pembangunan jalan poros tengah Cilawu-Banjarwangi juga disampaikan kalangan aktivis anti korupsi. Ketua Garut Governance Watch (GGW), Agus Sugandi. Ia menilai Pemkab Garut telah gegabah dalam merencanakan pembangunan jalan tersebut.
Diungkapkannya, dalam APBD Tahun 2020 kodrek 5.2.3.60.00 disebutkan anggaran untuk modal pembangunan jalan poros tengah Cilawu-Garut sebesar Rp 355.833.200. Disebutkannya juga, proyek itu dilaksanakan secara swakelola.
Padahal menurut Agus, berdasarkan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 8 tahun 2018 pasal 3 diatur mengenai type swakelola tersebut.
“Tipe I yaitu Swakelola yang direncanakan, dilaksanakan dan diawasi oleh kementerian/lembaga/perangkat daerah penanggung jawab anggaran. Tipe II yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh kementerian/lembaga/perangkat daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga/perangkat daerah lain pelaksana swakelola,” ucap Agus.
Selain itu tambahnya, ada juga tipe III yaitu swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh kementerian/lembaga/perangkat daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Ormas pelaksana swakelola; dan Tipe IV yaitu swakelola yang direncanakan oleh kementerian/lembaga/perangkat daerah penanggung jawab anggaran dan/atau berdasarkan usulan kelompok masyarakat, dan dilaksanakan serta diawasi oleh kelompok masyarakat pelaksana swakelola.
Dengan demikian, menurutnya pengerjaan pembangunan jalan poros tengah Cilawu-Garut secara swakelola itu jelas tidak bisa dibenarkan. Pemkab Garut telah sangat gegabah mulai dari perencanaannya sehingga wajar jika pada akhirnya proyek itu medapatkan kritikan dan sorotan dari berbagai kalangan.
Masih menurut Agus, perencanaan pengadaan melalui swakelola meliputi penetapan tipe swakelola, penyusunan spesifikasi teknis dan penyusunan perkiraan rencana anggaran biaya. Dalam hal pembangunan jalan tersebut, ia mengaku melihat hal yang sangat janggal termasuk pernyataan Kepala Dinas PUPR yang mengaku tidak tahu menahu masalah besaran anggaran yang digunakan.
“Ketidaktahuan Kepala Dinas PUPR atas anggaran biaya yang sudah dianggarkan menunjukkan lemahnya perencanaan. Di samping itu tidak adanya Amdal dan perizinan yang masih belum dikantongi, memberikan kesan lemahnya perencanaan yang dilakukan Pemkab Garut,” kata Agus.
Agus bahkan mengaku curiga jika Kepala Dinas PUPR ini hanya pura-pura tidak tahu akibat adanya tekanan politik terhadapnya. Karena menurutnya untuk seorang Kepala Dinas tidak mungkin sampai tidak mengetahui sama sekali besaran anggaran untuk proyek yang akan dilaksanakan di dinasnya sendiri.(Aep Hendy S)***