TASIKMALAYA, (KP ONLINE).- Jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Tasikmalaya terus mengalami peningkatan. Sejak Januari 2020, Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya mencatat, pasien DBD di Kota Tasikmalaya mencapai 600 kasus. Meski begitu, Pemkota Tasikmalaya belum juga menerapkan status kejadian luar biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD).
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Uus Supangat mengatakan, berdasarkan data terakhir, sejak Januari hingga Juni 2020 tercatat 689 kasus DBD. Angka itu terus meningkat dari data satu minggu sebelumnya yaitu 634 kasus DBD.
Dari sejumlah kasus tersebut, sebanyak 17 orang meninggal dunia akibat DBD. Namun, menurut dia, hanya 16 pasien meninggal yang terkonfirmasi disebabkan karena DBD. Sementara satu pasien meninggal lainnya hanya menunjukan gejala, tapi belum dipastikan terkonfirmasi DBD.
“Kasus DBD terus menunjukan kenaikan yang cukup signifikan. Jadi semua harus waspada,” kata Uus, Minggu (28/6/2020).
Menurut dia, kasus DBD bisa dicegah melalui pola hidup bersih dan sehat (PHBS) dan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Ia menambahkan, pemberantasan harus dilakukan secara mandiri dengan menguras, menutup, dan mengubur (3M), tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.
Uus juga mengingatkan, mayarakat tak bisa mengandalkan pengasapan (fogging) dalam pencegahan DBD. Sebab, fogging hanya bisa membunuh nyamuk dewasa. Sementara jentik atau sarang nyamuk tidak hilang dengan dilakukannya fogging.
“Jadi masyarakat tolong laksanakan PSN dengan baik. Jangan hanya mengandalkan fogging,” katanya.
Uus menjelaskan, kasus DBD saat ini lebih tinggi dibandingkan kasus DBD pada tahun-tahun sebelumnya. Ia mencontohkan, angka pasien DBD tertinggi di Kota Tasikmalaya terjadi pada 2016 dengan 759 kasus. Namun, angka itu dapat ditekan pada 2017 menjadi 298 kasus, 223 kasus pada 2018, tapi kembali memgalami kenaikan pada 2019 menjadi 672 kasus. Sementara, sejak Januari-Juni 2020, kasus DBD di Kota Tasikmalaya telah mencapai 689 kasus.
Menurut dia, berdasarkan grafik pola minimum maksimum kasus DBD pada tahun ini menunjukkan bahwa Kota Tasikmalaya sejak Januari sampai dengan Juni sudah melampaui batas aman. Bahkan pada Maret sampai dengan Mei sudah melampaui batas waspada. Kendati demikian, hingga saat ini belum ada penetapan status KLB.
Ia mengatakan, penetapan status KLB harus melalui kepala daerah. Selain itu, penetapan KLB juga harus mempertimbangkan banyak faktor.
“Meski tak KLB, kita sudah bergerak. Pertama kita amati epidemologi dan workshop di setiap kecamatan, lalu kita kuatkan seluruh stakeholder untuk turun ke lapangan mengatasi penyebaran DBD,” kata dia.
Sementara itu, Wali Kota Tasikmalaya, Budi Budiman mengatakan, tingginya kasus DBD harus menjadi perhatian semua pihak. Namun, ia menyebut kondisi DBD di Kota Tasikmalaya harus memasuki pra-KLB.
“Melihat tingginya kasus meninggal akibat DBD, ini menjadikan sesuatu yang luar biasa. Ini pra KLB. Jangan sampai kita menetapkan KLB. Saya minta hari ini tim kesehatan dan semua instansi terkait, upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat menjadi sangat penting,” kata dia.
Ia menambahkan, penanganan kasus DBD harus dilakukan dengan cara preventif atau pencegahan penyakit, promotif atau promosi kesehatan, dan kuratif atau pencegahan meluasnya penyakit melalui upaya pengobatan.
Ia pun meminta semua pihak berkomintmen bersama dalam penanggulangan dan pengendalian penyakit DBD di Kota Tasikmalaya.
“Prinsipnya PHBS. Semua pihak di kelurahan, RW, RT, harus gotong royong untuk menggencarkan gerakan 3M,” kata dia.(Asep MS)***