KABAR PRIANGAN – Di tengah pandemi saat ini, menyebabkan sejumlah aktivitas masyarakat terhenti.
Salahsatu aktivitas yang terdampak tetsebut di antaranya adalah pendidikan sanggar seni tradisional yang ada di Kota Tasikmalaya.
Sejak pandemi terjadi aktivitas mereka tersendat khususnya pada masa pemberlakuan PSBB.
Meski demikian, karena pandemi masih terus terjadi, komunitas penari cilik berupaya untuk kembali berkarya. Dengan semangatnya, mereka membuktikan bahwa mereka bisa produktif di masa yang tidak mudah seperti sekarang.
Bahkan dengan kondisi sekarang yang segala sesuatunya banyak dialihkan ke konten digital, mereka justru lebih semangat dan termotivasi.
Seperti yang dilakukan ratusan penari dari Sanggar Tari Dewa Motekar Kota Tasikmalaya, sanggar seni yang bergerak dalam seni tari budaya Sunda tersebut kembali
eksis menampilkan tariannya yaitu tari jaipong bertempat di Rumah Makan Mang Asep, Senin (23/11/2020).
Para penari Sanggar Tari Dewa tersebut kebanyakan menampilkan penari anak usia dini yang mampu tampil menari dengan tetap menerapkan protokol kesehatan Seperti memakai faceshild dan menjaga jarak.
Penampilan para penari tersebut selain dalam rangka melestarikan budaya sunda, juga merayakan ulang tahun sanggar yang kelima serta ujian akhir para penarinya.
Salah seorang orang tua siswa yang anaknya menari di sanggar tersebut Hercita Giri Prakerti mengatakan, acara ulang tahun sanggar tersebut memang dikemas berbarengan dengan ujian akhir tahun sambil berbagi santunan untuk anak yatim.
“Jadi ujian di tahun ini memang kita khususkan mengedapan seni budaya sunda. Karena sanggar kita fokus ke tarian tradisional,” katanya.
Dia menambahakan, semenjak pandemi, proses latihan pun dibagi per sift serta tetap membatasi jumlah peserta. Namun demikian, kendala itu tak menurunkan semangat anak anak untuk belajar menari.
Sementara itu, pimpinan sanggar Chris Novika menjelaskan, para peserta yang ikut ujian akhir tersebut tidak bisa seluruh penari di sanggar bisa mengikuti. Karena terhalang situasi pandemi. Maka yang ikut ujian hanya 150 penari dari 1000 siswanya.
“Kesulitan saat pandemi dan menjaga jarak sehingga tak semuanya ikut ujian. Biasanya dibagi waktunya. Peserta ujiannya dari Ciamis dan Kota Tasikmalaya,” katanya.
Menurut dia, sanggarnya ini berada di Griya Taman Abdi Negara, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya. Sanggar ini khusus mempelajari tarian tradisional.
“Sanggar ini sudah terbentuk lima tahun. Siswanya jumlah 1.000 lebih, aktif 150 orang. sistemnya kita peringkat kelulusan,” kata dia.
Chris menambahkan, motivasi mendirikan sanggar tari ini awalnya ketika tahun 2011 lalu dia terpilih mewakili Indonesia menari tradisional ke Thailand.
“Dan saya lebih semangat lagi menari hingga akhirnya 5 tahun lalu pulang ke Tasikmalaya mendirikan sanggar ini. Agar terus melestarikan tarian budaya tradisional,” katanya.
Walaupun demikian, tak mudah membesarkan sanggar tari ini di tengah perkembangan zaman masuknya budaya asing.
“Peminat dalam seni tari sangat banyak. jumlah anggota banyak. Kalau dulu pas 2015 berdiri muridnya cuma 7 orang. Namun seiring perjalanan, banyak yang terus belajar tarian tradisional,” ujarnya.
Dia pun berharap dengan tiap tahunnya dilakukan ujian akhir ini para penari dapat terus meningkat kemampuannya. Walaupun sistem ujian ini seperti di sekolah umumnya.
“Jadi mereka tampil dan dinilai. Kalau nilai dan rankingnya bagus maka akan belajar tarian lainnya. Kalau belum lulus ya akan terus belajar yang diujiankan ini,” ucap dia, (Asep MS)***