UMK Cilegon 2018: Jika PP 78 tidak Laksanakan, Edi Ariadi Bisa Terkena Sanksi

- 7 November 2017, 08:30 WIB
umk ilustrasi
umk ilustrasi

CILEGON, (KB).- Penetapan rekomendasi Upah Minimum Kota (UMK) di Kota Cilegon bisa menjadi buah simalakama. Sebab, buruh meminta Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Cilegon menolak Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, sebagai acuan rekomendasi UMK Kota Cilegon 2018. Jika tuntutan buruh itu diakomodasi, maka Plt Wali Kota Cilegon Edi Ariadi  terkena sanksi dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Sanksinya berupa skorsing selama 4 bulan karena tidak taat kepada aturan pemerintah pusat. Hal itu terungkap dalam rapat mediasi antara buruh dengan Disnaker Kota Cilegon, Senin (6/11/2017). Dalam mediasi tersebut, buruh Kota Cilegon terkesan antipati terhadap PP No. 78 Tahun 2015. Kewajiban yang diberikan pemerintah pusat agar pemerintah daerah menggunakan inflasi nasional dalam formula perhitungan UMK. Jika PP No.77 Tahun 2015 dilaksanakan membuat upah buruh Kota Cilegon di 2018 lebih kecil dari yang diharapkan. Sebab, inflasi nasional diketahui sebesar 3,72 persen, sementara inflasi di Cilegon 5,67 persen. Jelas saja, perbandingan dua digit inflasi bagi buruh cukup berpengaruh pada penghasilan mereka di 2018. Namun jika PP No. 78 Tahun 2015 tidak digunakan, Edi selaku penandatangan surat rekomendasi UMK Kota Cilegon nanti, dinilai menentang kebijakan pemerintah pusat. Sementara tercantum pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kepala daerah harus menjalankan kebijakan strategis nasional. Sementara, PP No. 78 Tahun 2015 adalah salah satu kebijakan strategis nasional. Yakni kebijakan nasional tentang pengupahan, yang harus ditaati Edi selaku kepala daerah di Kota Cilegon. Hal itu dijelaskan Kepala Disnaker Cilegon Buchori kepada para buruh, Senin (6/11/2017). Penjelasan ia lontarkan dalam forum mediasi antara buruh dengan Pemkot Cilegon, di ruang rapat Wali Kota Cilegon. "Kaitan UMK, kami sudah mendapatkan rujukan dari pemerintah pusat. Ini pun diperkuat oleh Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri), bahwa kita harus menggunakan inflasi nasional untuk formulasi perhitungan UMK," katanya. Menurut Buchori, jika PP No. 78 Tahun 2015 tidak digunakan, maka Edi dinilai telah melakukan pelanggaran administratif dan harus diberi sanksi 4 bulan tidak bekerja. Sementara itu Plt Wali Kota Cilegon Edi Ariadi melihat situasi yang berkembang. "Kalau Cilegon tidak pakai PP No. 78 Tahun 2015, nanti baliknya ke saya. Makanya saya minta juga agar buruh memikirkan nasib saya. Kalau saya harus menandatangani, masa saya harus diskor tidak boleh bekerja," tuturnya. Terkait hal itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Baja Cilegon (FSPBC) Rudi Syahrudin menuding pemerintah pusat telah melakukan praktik diktator. Ia menyayangkan disunatnya kewenangan pemerintah daerah dalam menentukan UMK. "Penentuan UMK kan ada kewenangan Depeko, itu tidak bisa dibantai begitu saja. Ini sama saja pemerintah pusat diktator, arogansinya kental," ujarnya. Rudi meminta Edi tidak takut terhadap kebijakan pusat. Terlebih, menurut dia, Edi terpilih sebagai pemimpin daerah Kota Cilegon karena rakyat Cilegon. "Pak Edi kan dipilih oleh rakyat Cilegon, bukan pemerintah pusat. Jadi tidak usah takut," ucap Rudi. (AH)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x