BANJAR,(KP-ONLINE).- Bertambahnya lima anggota DPRD Banjar, dari 25 orang menjadi 30 orang di DPRD Banjar pada periode sekarang ini, seharusnya institusi (DPRD Kota Banjar) semakin bertambah kuat, menjalankan tupoksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Kenyataan belum mampu merealisasikan pokir DPRD Banjar. Dia juga melihat, dasar hukumnya yang diatur Pemendagri Nomor 86 tahun 2017, ini lebih bernuansa politis.
Demikian disampaikan nantan Sekda Kota Banjar, H.Yayat Supriyatna.
Menurut Yayat, reses atau perjaringan aspirasi masyarakat kepada wakil rakyat, itu kewajiban yang harus direalisasikan, sesuai sumpah/janji sejak dilantik menjadi anggota DPRD Kota Banjar.
Yayat juga melihat bargaining position DPRD masih lemah dibanding eksekutif. Ada indikasi eksekutif khawatir terganggu kepentingan politiknya di tengah masyarakat.
Kelemahan lainnya, dikatakan dia, kian bertambah komplit, akibat kemampuan bargaining personal anggota DPRD dan para Ketua Partai non partai koalisi eksekutif pada Pilwalkot Banjar kurang greget selama ini.
“Terkesan anggota DPRD Banjar sekarang ini sudah “dininabobokan”, melalui seringnya studi banding keluar Kota Banjar. Dimungkinkan saja itu sebagai strategi pengganti pokir atau pokirnya berbentuk sering studi banding itu ? Dunia politik itu serba mungkin dan selalu dinamis ,”ujarnya.
Di tempat terpisah, anggota DPRD Kota Banjar, H.Mujamil, menegaskan, Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 86 tahun 2017 yang didalamnya mengatur Pokir DPRD, itu masih berlaku sampai sekarang ini.
“Aturan itu (Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 86 tahun 2017) masih berlaku, belum dicabut sampai sekarang ini. Terkait aturan itu, kami sempat menjelaskan pasal demi pasal saat rakor, namun tetap saja pokir yang disampaikan secara institusi tak irealisasikannya,” ujarnya.
Kendati itu, dia berjanji terus memperjuangkan aspirasi masyarakat, sesuai sumpah/janji yang diucapkan saat dilantik menjadi anggota DPRD Banjar. (D.Iwan)***