GARUT, (KP ONLINE).- Di Kabupaten Garut saat ini masih ada agen atau warung yang menjadi penyalur bantuan sosial (bansos) sembako atau yang dulu program bantuan pangan non tunai (BPNT) yang nakal. Agen tersebut masih tak melaksanakan fungsinya sesuai dengan pedoman umum (pedum) pnyaluran sehingga dinilai merugikan keluarga penerima manfaat (KPM).
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Garut, Ade Hendarsyah, menyebutkan selama ini pihaknya masih sering mendapatkan laporan ada agen yang tak melaksanakan fungsi sesuai dengan pedum penyaluran bansos sembako. Bahkan belum lama ini pihaknya sempat dimintai keterangan oleh aparat penegak hukum terkait permasalahan tersebut.
Hal ini menurut Ade tentu sangat disayangkan akan tetapi di sisi lain, pihaknya tak mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi kepada agen dikarenakan agen merupakan kepanjangan tangan dari pihak bank. SK penetapan atau penunjukan agen penyalur sembako dulu bpnt memang dikeluarkan langsung oleh pihak bank.
“Laporan yang kami terima termasuk hasil pantauan di lapangan, masih ada agen yang tak melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur di pedum. Ini tentu sangat kami sayangkan akan tetapi di sisi lain kami tak bisa memberikan sanksi atau teguran,” ujar Ade, Rabu (24/6/2020).
Dikatakan Ade, salah satu ketentuan yang saat ini masih belum dilaksanakan agen di antaranya mencantumkan daftar sembako yang akan diberikan kepada keluarga penerima manfaat (KPM) berikut harganya. Padahal sesuai pedum, hal itu wajib dilakukan oleh pihak agen agar KPM mengetahui barang apa yang akan dibelinya berikut dengan harganya.
Yang terjadi selama ini tutur Ade, KPM seolah hanya mengambil bantuan yang disalurkan melalui agen. Pihak agen hanya memberikan bingkisan sembako yang sudah disiapkan setelah sebelumnya si KPM memberikan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) untuk digesek.
Padahal sesungguhnya, KPM membeli sembako dari agen sehingga KPM harus mengetahui bagaimana kualitas serta harga sembako yang akan dibelinya. Agen pun sudah selayaknya memperlakukan KPM sebagai pembeli termausk mneginformasikan kualiutas serta harga sembako yang akan dibeli KPM.
“Dengan dasar itulah, seharusnya agen membuat daftar harga dan memajangkannya supaya dapat terlihat dengan jelas oleh KPM. Akan lebih bagus lagi, jika agen juga memberikan keterangan secara langsung melalui lisan kepada KPM terkait kualitas dan harga barang yang akan dibeli KPM,” katanya.
Menurut Ade, karena tidak adanya ketransparanan yang terjadi saat KPM melakukan pembelian sembako di agen, pada akhirnya sesampainya di rumah banyak KPM yang merasa kecewa akibat barag yang diterimanya tak sesuai harapan. Tak heran kalau pada akhirnya banyak muncul keluhan atau laporan dari KPM, bahkan ada yang laporan langsung ke aparat penegak hukum.
Ade meminta kepada pihak bank untuk bersikap lebih tegas lagi dalam menyikapi banyaknya laporan adanya pihak agen yang masih belum melaksanakan ketentuan sesuai pedum. Karena agen merupakan kepanjangan tangan dari bank, maka pihak bank pulalah yang mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi.
Diungkapkannya, ketika masih ada agen yang tak mematuhi pedum, sudah sewajarnya mendapatkan teguran dari pihak bank. Dan apabila teguran sudah diberikan akan tetapi agen masih membandel, maka bank juga sudah seharusnya menutup kerja sama dengan agen tersebut.
“Pihak bank memang harus berani bersikap tegas terhadap agen-agen yang nakal. Dari informasi yang saya terima, hingga saat ini sudah ada sekitar 30 agen yang ditutup karena tak melaksanakan ketentuan sesuai pedum meskipun di lapangan masih ada agen yang nakal,” ucap Ade Hendarsyah.
Ade juga menyampaikan, selama ini pihaknya terus melakukan monitoring ke lapangan guna memastikan pelaksanaan penyaluran bansos sembako kepada KPM benar-benar berjalan sebagaimana mestinya.
Ia berharap, program Enam T dalam penyaluran bansos sembako yakni tepat harga, tepat waktu, tepat sasaran, tepat adiministrasi, tepat kualitas, dan tepat jumlah akan benar-benar terwujud sehingga tak ada lagi KPM yang merasa dirugikan.(Aep Hendy S)***